Herman Thomas Karsten merupakan seorang arsitek dan perencana wilayah pemukiman dari Hindia Belanda. Ia lahir pada tanggal 22 April 1884 di Amsterdam, Belanda dan meninggal pada 1945 di Cimahi, Indonesia. Ia merupakan putra dari seorang akademisi di Universitas Amsterdam, sedangkan ibunya seorang kelahiran Jawa Tengah. Gelar arsitek diperolehnya dari Sekolah Tinggi Teknik di Delft. Karsten menikah dengan Soembinah Mangunredjo pada tahun 1921 dan dikaruniai 4 orang anak.
Gambar 1. Herman Thomas Karsten
Sumber: kompasiana.com
Pada tahun 1914 atas undangan teman semasa kuliahnya Henri Maclaine-Pont, Karsten bertolak ke Hindia (sekarang Indonesia) tepatnya di Semarang. Karsten melihat peluang pembangunan gaya lokal di sana. Karsten berpandangan bahwa pembangunan yang diterapkan di Belanda tidak dapat digunakan seutuhnya di Indonesia. Menurutnya Indonesia memiliki gaya arsitektur, letak geografis, juga adat istiadat yang jauh berbeda dengan Belanda.
Tak hanya berbeda pandangan terkait kebijakan pembangunan dan penataan kota di Hindia, Karsten juga berbeda pandangan terhadap kolonialisme. Karsten berpandangan bahwa kolonialisme menimbulkan ketidakstabilan dan kekacauan. Dibutuhkan reformasi kolonialisme di Indonesia, sehingga rakyat Hindia bisa menentukan kemauan mereka sesuai dengan kebutuhan mereka. Dari hal ini terlihat bahwa Karsten bersama rakyat Hindia. Ia memperjuangkan penataan kota yang sesuai dengan ciri khas ketimuran.
Karsten tidak berpendapat bahwa penataan kota di Hindia mesti mengikuti budaya Hindia seutuhnya. Karsten mengusulkan gagasan untuk menggabungkan penataan kota di Belanda dengan budaya di Hindia. Dalam istilah sederhananya ialah Karsten menginginkan modernisasi penataan kota tanpa menghilangkan unsur budayanya. Karsten ingin mengubah kembali kepasifan timur menjadi yang aktif dan dengan demikian memungkikan dua alam yang terpisah untuk saling membentuk.
Gagasan Karsten tentunya mendapat penolakan dari Pemerintah Hindia Belanda. Negara kolonial tidak melihat adanya manfaat dalam berinvestasi untuk perencanaan kota yang menyeluruh, mahal, dan penuh risiko. Pemerintah menganggap perencanaan kota yang digagas oleh Karsten tidaklah menguntungkan negara, sebaliknya dapat memperkuat posisi rakyat pribumi. Perencanaan kota menurut pemerintah hanya diterapkan pada wilayah-wilayah yang tercakup pasar dan kepemilikan properti. Kota-kota di Hindia tidak pernah menerima cita-cita infrastruktur menyeluruh seperti di kota-kota Eropa. Namun, lama-kelamaan gagasan Karsten ini diterima dan mulai diterapkan dikehidupan masyarakat Hindia.
Karya Karsten dalam arsitektur dan perencanaan perkotaan mencerminkan visi modernitas yang berakar pada budaya lokal. Dia menolak untuk meniru gaya tradisional Hindia, tetapi juga mengkritik arsitektur Eropa yang belum dikritik. Prinsip "Zona Ekonomi Sosial" berupaya mengeluarkan kelompok rasial melalui stratifikasi kelas, seperti yang terlihat di perumahan Mlaten di Semarang. Namun, pendekatan ini tetap dibatasi oleh struktur kolonial. Desainnya cenderung melayani kelas menengah, dan negara kolonial enggan mendanai perencanaan kota menyeluruh karena menganggap warga pribumi sebagai "subjek", bukan "warga negara". Kritik dari arsitek Jawa dan mantan koleganya, Maclaine Pont, menyoroti bahwa modernitas ala Karsten tetap merupakan bentuk pemaksaan nilai-nilai Eropa.
Gambar 2. Peta Perencanaan Perluasan Kota Semarang
Sumber : A. Plate, NION, ZESDE JAARGANG, 1921/1922: 148
Gambar 3. Peta Perencanaan Kota Bandung
Sumber : lawjustice.com
Gambar 4. Peta Perencanaan Kota Malang
Sumber : malangkota.go.id
Pembentukan kota-kota di Indonesia menjadi kota modern, tidak dapat terlepas dari peran Karsten, terutama pada kota Semarang. Beberapa kota di Indonesia yang termasuk dalam usulan perencanaan Karsten antara lain: Batavia, Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, Magelang dan Sukabumi. Selanjutnya karya Karsten menyebar ke kota Cirebon, Jatinegara, Yogyakarta, Surakarta, Purwokerto, Sumatera (Palembang, Padang dan Medan), dan Banjarmasin di Kalimantan. Warisan Karsten kini dimanfaatkan berbagai pihak, dari aktivis heritage hingga pengembang properti, meskipun perencanaan kota di Indonesia tetap didominasi kepentingan bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Pramudito, S., Analisa, N. F. C. K., Mahendarto, N. T., Atmadji, N., & Utaminingtyas, N. B. M. (2022). Perancangan Yang Kontekstual: Belajar Dari Thomas Karsten. Nature National Academic Journal of Architecture, 9(2), 220–233. https://doi.org/10.24252/nature.v9i2a5
Muljadinata, A. S., Antariksa, N., & Salura, P. (2018). Dominasi Konsep Lokal pada Rancangan Karsten. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 7(4), 179–187. https://doi.org/10.32315/jlbi.8.1.1
Coté, J. (2014). Thomas Karsten’s Indonesia. Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde, 170–170, 66–98. https://doi.org/10.1163/22134379-17001004
Kusno, A. (2018). The Life and Work of Thomas Karsten , by Joost Coté, Hugh O’Neill, Pauline K.M. Roosmalen, and Helen Ibbitson Jessup. Bijdragen Tot De Taal- Land- En Volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia, 174(1), 92–95. https://doi.org/10.1163/22134379-17401007